Hukum Laut Internasional Sinkronisasi Dan Harmonisasi Hukum Laut Internasional Dengan Hukum Laut Nasional


Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 mengatur mengenai beberapa hal, pertama mengenai laut teritorial. Penarikan garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial harus sesuai dengan ketentuan garis pangkal lurus, mulut sungai dan teluk atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan tempat berlabuh di tengah laut. Dan penerapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan, harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis posisinya (pasal 16 ayat 1).

Kedua, untuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Penarikan garis batas terluar ZEE dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menentukan posisinya (pasal 75 ayat 1).

Ketiga, untuk landas kontinen. Penarikan garis batas terluar landas kontinen dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penentuan batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya (pasal 84 ayat 1).

Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk melakukan submission ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia diluar 200 mil laut, karena secara posisi geografis dan kondisi geologis, Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan penarikan batas landas kontinen diluar 200 mil laut.

SINKRONISASI

Dalam rangka ini, pemerintah Indonesia telah membentuk Tim Landas Kontinen dengan anggota dari berbagai lintas disiplin. Sebagai tindak lanjut dari SK Menteri ESDM tersebut, disusun tim kerja/tim tenaga ahli untuk memberikan masukan terhadap Tim Landas Kontinen berdasarkan kajian-kajian. Pengakuan dunia internasional ini ditindaklanjuti dengan diterbitkannya UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut 1985, sejak diberlakukan UU ini pada tanggal 31 Desember 1985, Indonesia terikat dalam Konvensi Hukum Laut Internasional selanjutnya. Dalam penjelasan umum UU No. 17 tahun 1985 diatur juga mengenai landas kontinen yang menyebutkan bahwa dalam pengaturan Landas Kontinen, Konvensi 1982 mendasarkan pada berbagai criteria, antara lain :

a.       Jarak sampai 200 mil laut jika tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut tersebut.
b.      Kelanjutan alamiah wilayah daratan dibawah laut hingga tepian luar kontinen yang lebarnya tidak boleh melebihi 350 mil laut yang diukur dari garis dasar laut teritorial jika diluar 200 mil laut masih terdapat daerah dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dan jika memenuhi kriteria kedalaman sedimentasi yang ditetapkan dalam konvensi, atau
c.      Tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 meter.

Kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan dibawah laut hingga tepian luar kontinen yang ditentukan dalam konvensi ini pada akhirnya dapat diterima negara-negara bukan negara pantai, khususnya negara-negara tanpa pantai atau negara-negara yang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar