BETAPA DAHSYAT DAN MENGERIKANNYA SIKSAAN API NERAKA (Renungkanlah!)

Wahai hamba Allah, kaum Muslimin, ketahuilah sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menciptakan makhluk supaya mereka mengenal Allah Subhanahu wata’ala dan menyembah-Nya dan supaya mereka takut kepada-Nya. Dan Allah Subhanahu wata’ala telah menggambarkan tentang pedihnya siksaan-Nya dan dahsyatnya api Neraka-Nya di dalam Al Quranul karim dengan pensifatan yang sedemikian banyak dan pengulangan yang beraneka ragam. Seluruh hal tersebut Allah Subhanahu wata’ala sifatkan tentang api Neraka dan apa yang Allah Subhanahu wata’ala siapkan berupa siksaan dan kepedihan dan yang terkandung di dalamnya berupa makanan dari zaqqum, addhori’, air yang mendidih, belenggu, dan rantai yang membuat getar hati orang-orang beriman yang takut kepada Allah Subhanahu wata’ala yang maha perkasa lagi maha kuat. Dan membuat getar hati para hamba yang menyadari dirinya bahwa dia akan berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala yang maha perkasa.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan dari api Neraka dan demi Allah!… tidaklah Allah Subhanahu wata’ala memperingatkan kepada hamba-Nya dan membuat mereka takut kepada sesuatupun yang lebih keras dan lebih dahsyat dari api Neraka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى

“Maka Kami memperingatkan kamu dengan Neraka yang menyala-nyala” (Al Lail: 14)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهَا لإحْدَى الْكُبَرِ. نَذِيرًا لِلْبَشَرِ

“Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia.” (Al Muddatsir: 35)

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ad Darimi, dan Al Hakim, dari An Nu’man bin Basyir Radhiallahu’anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkhutbah dan berkata, ’saya peringatkan kalian dari api Neraka, saya peringatkan kalian dari api Neraka’. Andaikata sesorang berada di pasar ia akan mendengarkan suara tersebut dari tempatku ini. Dan waktu itu beliau membawa selendang yang tadinya berada di bahu kemudian jatuh di kakinya.” Menunjukkan kerasanya beliau memperingatkan hal tersebut kepada umatnya.

Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wasallam telah menggambarkan bagaimana panasnya api Neraka, dan bagaimana golakan api Neraka, dan digambarkan bagaimana makanan dan minuman penghuninya, dan digambarkan bagaimana belenggu dan berbagai macam siksaan yang terkandung di dalamnya, dan digambarkan tentang pakaian orang-orang yang menghuninya. Seluruh hal tersebut sebagai seruan kepada hamba Allah Subhanahu wata’ala supaya takut dan bertakwa kepada-Nya dan bersegera menuju hal-hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Takutlah Kepada Allah Subhanahu wata’ala

Dan siapa yang menyaksikan, siapa yang memperhatikan tadabbur terhadap Al Quranul Karim dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan memperhatikan bagaimana Shirah perjalanan hidup para ulama As Salaf, Ahlul Ilmi wal Iman dari kalangan para shahabat Radhiallahu’anhum dan orang-oang yang mengikuti mereka dengan baik, ia akan mendapatkan bagaimana rasa takut mereka kepada Neraka adalah suatu perkara yang sangt menakjubkan. Rasa takut inilah yang membawa mereka dalam keadaan yang mulia. Dan ini menunjukkan mereka di kedudukan yang tertinggi dalam keadan taat kepada Allah Subhanahu wata’ala dam menjauhi segala sesatu yang makruh apalagi yang diharamkan.

Seluruh hal tersebut sebagai rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala takut dari ancaman api Neraka-Nya dan apa-apa yang Allah Subhanahu wata’ala telah siapkan bagi orang-orang yang bemaksiat kepada-Nya. Karena itulah orang yang takut seperti ini telah dijamin untuk mereka Surga. Di dalam firman-Nya Allah Subhanahu wata’ala mengatakan,

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ

“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (Ar Rahman: 46)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (Al Mulk: 12)

Berkata Abu Sulaiman Ad Darani: “Asal segala kebaikan di dunia dan di akhirat adalah takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, tidak satu hati pun yang kosong dari rasa takut kecuali hati itu adalah hati yang rusak.”

Karena itulah wahai hamba Allah !!… Wahai anak adam,

فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

“Peliharalah dirimu dari Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 24)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah Subhanahu wata’ala terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim: 6)

Dan api Neraka itu, wahai hamba Allah !… Sebagaimana yang disifatkan di dalam firman-Nya,

لَهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ظُلَلٌ مِنَ النَّارِ وَمِنْ تَحْتِهِمْ ظُلَلٌ ذَلِكَ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ يَا عِبَادِ فَاتَّقُونِ

“Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah Subhanahu wata’ala mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku.” (Az Zumar: 16)

Memperhatikan hari ini, wahai saudaraku kaum Muslmin, adalah perkara yang sangat penting dan membuat kita sadar bagaimana pentingnya untuk berlindung dari pedihnya api Neraka. Karena itu jadilah orang-orang yang disifatkan dalam firman-Nya,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah Subhanahu wata’ala sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam Neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolongpun.” (Ali Imron: 190-192)

Dan jadilah seperti orang-orang yang disifatkan dalam firman-Nya,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (Al Furqaan: 63-66)

Dan jadilah kaum Muslim yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, orang yang tergolong di dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ

“Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.” (Al Ma’arij: 27)

Termasuklah dalam orang-orang yang termauk dalam firman-Nya,

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُون.َ قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ

“Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).” (At Thuur: 25-26)

Juga diriwayatkan dari Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, “Sesungguhnya kebanyakan doa nabi Shallallahu’alaihi wasallam yaitu,

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Wahai Rabb kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari Neraka”

Dan orang-orang yang senantiasa meneteskan air mata takut kepada Allah Subhanahu wata’ala dinyatakan di dalam hadits,

عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829)

Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu,

وعن ابى هريرةرضى اللّه عنه عن النّبىّ صلّى اللّه عليه وسلّم قال : سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه :

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya sendiri”, Disebutkan di antara mereka,

ورجل ذكراللّه خالياففاضت عليناه (متفق عليه)

“….Orang yang mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu melelehlah airmata dari kedua matanya.” (Muttafaq ‘alaih)

Rasa Takutnya Salafus Shalih Kepada Neraka

Umar bin Khatab pernah berkata, “Wahai sekalian manusia, andaikata ada yg menyeru dari langit, ‘wahai sekalian manusia, sesunguhnya kalian semua masuk Surga kecuali satu orang’ Saya takut satu orang itu adalah saya.”

Lihat bagaimana rasa takut para ulama As Salaf. Dan suatu hari Al Hasan Al Bashri pernah menangis, maka ditanya kepada beliau, “Apa yg membuatmu menangis wahai Abu Said?” Beliau menjawab, “Saya takut Allah Subhanahu wata’ala akan melemparkan saya besok di api Neraka dan Allah Subhanahu wata’ala tidak memperhatikannya.”

Dan berkata Yazid bin Kholsyan, “Demi Allah! Saya tidak penah melihat org yang lebih takut dari Al Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz seakan Neraka diciptakan untuk mereka berdua saja. Sehingga merek senantiasa merasa takut darinya.”

Dan sebagian ulama As Salaf apabila mereka melihat api di dunia ini maka berubahlah warna mukanya dan gemetarlah ia dan berubah keadaanya dan ia melihat firman Allah Subhanahu wata’ala,

أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُون.َ أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُون.َ نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ. فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ

“Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.” (Al Waqi’ah: 71-74)

Berkata Imam Mujahid, “Sesungguhnya Neraka dunia akan mengingatkan Neraka akhirat. Kalau seorang melihat Neraka dunia maka ia akan ingat Neraka akhirat ini yg disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wata’ala, “Kami jadikan api itu untuk peringatan”.

Dan berkata Al Hasan Al Bashri, “umar bin khattab kadang dihidupkan untuk beliau api pada suatu malam, kemudian Umar mendekati api tersebut dan mendekatkan tangannya ke api tersebut kemudian Umar berkata, “Wahai Ibnu Khattab, apakah kamu mampu bersabar di atas api ini?”

Bahkan di kalangan ulama As Salaf ada yang tidak bisa tidur karena takutnya dari api Neraka.

Berkata Hasan Al Bashri, “Syaddad bin auf apabila naik ke tempat tidurnya ia berada di atasanya seakan-akan kacang yg berada di atas penggorengan dan ia berkata, ‘Yaa Allah! Sesungguhnya mengingat Neraka Jahannam membuat saya tidak bisa tidur’ maka iapun berdiri kemudian sholatlah.”

Dan berkata Taulus bin Kaisan, “Dan beliau kadang tidur di atas tempat tidurnya dan berbaring dan berbalik seperti berbaliknya kacang di atas gorengan kemudian beliau bangkit melompat lalu menghadap kiblat sampai di waktu shubuh kemudian beliau berkata, ‘Sesunggunya ingat akan api Neraka telah mengubah tidurnya orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wata’ala.”

Dan berkata Malik bin Dinar, “Putri Ar Robi’ bin Husain berkata kepada ayahnya, ‘wahai ayahku kenapa engkau tidak tidur dan manusia dalam keadaan tidur?’ Maka ia berkata kepada putrinya, ‘Wahai putriku, sesungguhnya api Neraka tidak membiarkan ayahmu tidur.”

Dan biasa para ulama As Salaf ada yg takutnya dari api Neraka menimbulkan padanya penyakit yang kadang dilihat di antara manusia karena kurusnya seakan-akan dia sakit padahal tidak ada penyakit pada dirinya.

Demikian rasa takutnya para ulama dan telah kita sampaikan ayat-ayat Al Quran dan hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam yang menunjukkan tentang mulianya takut kepada api Neraka dan mulianya orang-orang yang menangis karena takutnya akan siksaan api Neraka.

Ketika Engkau Berdiri sedangkan Neraka Ada di Hadapanmu…

Dalam hadits Anas bin Malik Radhiallahu’anhu disebutkan,

وعن انس رضى اللّه عنه قال : خطب رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم خطبةماسمعت مثلهاقطّ ، فقال : لوتعلمون مااعلم لضحكتم قليلاولبكيتم كثيرا ، قال : فغطّى اصحاب رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم وجوههم لهم خنين (متفق عليه)

Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah berkhutbah, dan saya belum pernah mendengarnya. Beliau bersabda: “Andaikan kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan pasti akan banyak menangis.” Anas berkata: “Mendengar yang demikian para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menutupi muka mereka sambil menangis terisak-isak.”(HR. Bukhari dan Muslim)

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ رَأَيْتُمْ مَا رَأَيْتُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا. قَالُوا: وَمَا رَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ: رَأَيْتُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ.

“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya kalian melihat apa yang aku lihat, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” Para shahabat bertanya: “Apa yang engkau lihat ya Rasulullah” Beliau shallallahu‘alaihi wasallam menjawab: “Saya melihat Al Jannah dan An Naar.” (HR. Muslim Kitab Sholat no. 426)

Dan di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Maik dan dihasankan oleh Syakh Al Albani dari seluruh jalan-jalannya, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata kepada Jibril ‘Alaihi salam, wahai Jibril kenapa saya tidak pernah melihat Mikail tertawa. Maka Jibril ‘Alaihis salam berkata, “Sesungguhnya Mikail itu tidak pernah tertawa semenjak diciptakannya api Neraka.”

Karena itu digambarkan lagi wahai hamba Allah..!! Jikalau engkau berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala dalam keadaan menyandang dosa dan penyimpangan, sedangkan tiada menyandang satu amalanmu di dunia ini….

وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا

وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

فَيَوْمَئِذٍ لا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَد.ٌ وَلا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ

“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.” (QS. Al Fajr: 22-26)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ

“Dan diperlihatkan dengan jelas Neraka Jahim kepada orang- orang yang sesat”, (Asy Syu’araa: 91)

Dan di dalam firmannya Allah Subhanahu wata’ala menyatakan

فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى. يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ مَا سَعَى. وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى. فَأَمَّا مَنْ طَغَى وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى

“Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya).” (QS. An Naazi’aat: 34-39)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan,

وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا

“Dan Kami nampakkan Jahanam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas.” (Al Kahfi: 100)

Dan mereka datang dalam keadaan penuh dengan kehinaan dan memandang dengan pandangan yang lesu sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,

خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka. (Al Ma’arij: 44)

وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan kepada Neraka, (dikatakan kepada mereka): “Bukankah (azab) ini benar?” Mereka menjawab: “Ya benar, demi Tuhan kami”. Allah Subhanahu wata’ala berfirman “Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu selalu ingkar”. (Al Ahqaf: 34)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaaf: 22)

Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim dari adiy bin Hatim, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan tentang keadaan seorang muslim ketika mereka berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala.

وعن عدىّ بن حاتم رضى اللّه عنه قال : قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم مامنكم من أحدالاّسيكلّمه ربّه ليس بينه وبينه ترجمان ، فينظرأيمن منه فلايرى إلاّماقدّم ، وينظرأشأم منه فلايرى إلاّماقدّم ، وينظربين يديه فلايرى إلاّالنّارتلقاءوجهه . فاتّقواالنّارولوبشقّ تمرة (متفق عليه)

Dari ‘Adiy bin Hatim Radhiallahu’anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Seseorang di antara kalian akan berbicara langsung dengan Tuhannya, padahal di antara dia dengan Tuhannya tidak ada juru bahasa, kemudian ia melihat ke kanan, tiada terlihat kecuali amal yang pernah diperbuatnya, ia melihat ke kiri, tiada terlihat kecuali amal yang pernah diperbuatnya, dan ia melihat ke depan, tiada yang terlihat kecuali api yang tepat di depannya. Maka takutlah kalian terhadap Neraka walaupun hanya bersedekah dengan separuh biji kurma.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Besarnya Neraka

Dan ingatlah ketika api Neraka telah berada di depan kita. digambarkan oleh Abdullah ibnu Mas’ud diriwayatkan oleh imam Muslim secara mauquf,

وعنه قال : قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : يؤتى بجهنّم يومءذلهاسبعون ألف زمام ، مع كلّ زمام سبعون ألف ملك يجرّونها (رواه مسلم)٠

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Pada hari kiamat Neraka Jahannam itu akan didatangkan dengan tujuh puluh ribu kendali, tiap-tiap kendali ditarik oleh tujuh puluh ribu malaikat.”(HR. Muslim)

Suara Kemarahan Neraka

Demikian kengerian pada hari itu, dan Neraka jahaann yg datang tersebut dari jauh ia telah memperdengarkan suara kemarahan, suara kemurkaan, dan pada hari itu orang-orang yang penuh dengan maksiat yakin bahwa dirinya akan penuh dengan kesengsaraan.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا

“Apabila Neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya.” (Al Furqaan: 12)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ

“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara Neraka yang mengerikan, sedang Neraka itu menggelegak, hampir-hampir (Neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (Neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” (Al Mulk: 7-8)

Dan Allah Subhanahu wata’ala befirman menyatakan dalam Al Quran,

إِنَّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ كَأَنَّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ

“Sesungguhnya Neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning,” (Al Mursalat: 33)

Penghuni Neraka Dari Kalangan Jin dan Manusia

Wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, wahai kalian manusa yang sadar bahwa dirinya akan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, ketahuilah bahwa penghuni Neraka tersebut adalah dari kalangan jin dan manusia. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf: 179)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (Huud: 119)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari padaKu: “Sesungguhnya akan Aku penuhi Neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.” (As Sajdah: 13)

Neraka Harus Penuh, Tidak Boleh Tidak

Dan ingatlah wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, bahwa Neraka Jahannam harus penuh dan tidak boleh tidak.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلأتِ وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ

(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada jahannam : “Apakah kamu sudah penuh?” Dia menjawab : “Masih ada tambahan?” (Qaaf: 30) Neraka berharap masih ada tambahan.

Dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Dan setiap kalian merasa bahwa Nerakan Jahannam penuh. Adapun Neraka Jahannam tidak akan penuh sampai Allah Subhanahu wata’ala meletakkan kedua kakinya hingga Neraka berkata, “Cukup, cukup, cukup” Ketika itu penuhlah Neraka dan sebagian darinya menyempit dan penuhlah dia.”

Dan Allah Subhanahu wata’ala tidak akan menzhalimi seorangpun dari makhluknya. Adapun Surga, maka Allah Subhanahu wata’ala akan mewujudkan makhluk-makhluk baru pada tempat yang kosong tersebut.

Neraka Bertingkat-Tingkat

Dan Neraka tersebut bertingkat-tingkat dan berderajat-derajat, sebagaimana Surga bertingkat-tingkat dan memiliki bebapa derajat.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (An Nisa: 145)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ

“Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al Hijr: 44)

Mereka Berada di Dalam Neraka Yang Ditutup Rapat

Dan Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa pintu-pintu ini apabila penghuninya telah masuk pintu tersebut akan ditutup. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَة.ِ عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ

“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam Neraka yang ditutup rapat.” (Al balad: 19-20)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ. فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

“Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (Al Humazah: 8-9)

Dalamnya Neraka

Adapun dalamya api Neraka tersebut, wahai hamba Allah!… Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita semua dari pedihnya api Neraka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu,

وعنه قال : كنّامع رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : إذسمع وجبةفقال : هل تدرون ماهذا ؟ قلنا : اللّه ورسوله أعلم ، قال : هذاحجررمى به فى النّارمنذسبعين خريفا ، فهويهوى فى النّارالان حين انتهى إلى قعرهافسمعتم وجبتها (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata : “Kami bersama-sama Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Beliau bertanya : “Apakah kamu tahu, bunyi apakah itu ?” Kami menjawab : “Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya-lah yang lebih tahu.” Beliau bersabda : “Ini adalah suara batu yang dilemparkan ke dalam Neraka sejak tujuh puluh tahun yang lalu. Batu itu sekarang baru sampai ke dasar Neraka, maka kalian mendengar suara gemuruhnya.”(HR. Muslim)

Ini dasar dari api Neraka, betapa jauhnya dan betapa mengerikannya.

Panasnya Neraka

Adapun panasnya wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, disebutkan dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Neraka mengadu kepada Allah Subhanahu wata’ala tentang panasnya. Neraka berkata, ‘Yaa Allah, sebagian dari diriku telah memakan sebagian yang lain karena panasnya, maka berikanlah kesempatan kepadaku untuk bernafas’. Maka diberikan ijin untuk Neraka Jahannam untuk bernafas dengan dua kali nafas. Nafas di waktu dingin dan nafas di musim panas. Maka pada saat musim panas saat yang paling panas itulah panasnaya api Neraka dan di saat musim dingin yang paling dinginnya yang menusuk itulah dinginnya dari api Neraka.”

Sebab dari Neraka ada dingin yang tidak bisa diukur dan sebagai siksaan yang tidak kalah pedihnya dari api Neraka tersebut.

Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “(Panasnya) api yang kalian (Bani Adam) nyalakan di dunia ini merupakan sebagian dari tujuh puluh bagian panasnya api Neraka Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Demi Allah! Apakah itu sudah cukup wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “(Belum), sesungguhnya panasnya sebagian yang satu melebihi sebagian yang lainnya sebanyak enam puluh kali lipat.” (HR. Muslim no. 2843)

Pedihnya Siksaan di Dalam Neraka

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam Al Quran,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam Neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisa: 56)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman menggambarkan tentang pedihnya dan panasnya api Neraka.

يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ. وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ. وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيه.ِ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ. كَلا إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِلشَّوَى

“Sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya Neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, (Al Ma’arij: 11-16)

Dan Neraka jahannam tersebut, wahai hamba Allah !… Tidak seperti yang kalian gambarkan seperti api di muka bumi ini. Diriwayatkan oleh Imam Malik dan lain-lainnya dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, “Apakah kalian mengira api Neraka Jahannam ini berwarna merah seperti api kalian ini ini, sesunguhnya api Jahannam berwarna hitam seperti teer.”

Dan penghuni Neraka, wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, digambarkan andaikata dirimu yang diperlakukan seperti ini kelak di kemudian hari dan mereka dalam keadaan dibelenggu dengan rantai dan belenggu. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ سَلاسِلا وَأَغْلالا وَسَعِيرًا

“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan Neraka yang menyala-nyala.” (Al Insaan: 4)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا الأغْلالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir.” (Saba’: 33)

Dan gambarkanlah andaikata hal ini menimpa kita dan apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam ayat ini menimpa seseorang dari kita, wal’iyadzubillah…!!. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita dari api Neraka. Allah Subhanahu wata’ala menyatakan,

خُذُوهُ فَغُلُّوهُ. ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ. فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ

(Allah Subhanahu wata’ala berfirman): “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api Neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (Al Haaqqah: 30-32)

Dan Neraka Jahannam ini siksaannya tidak berujung sampai di sini dan jangan dikira bahwa siksaanya hanya seperti ini bahkan siksaaan di dalamnya berlipat ganda dan terdapat berbagai maacam siksaan dan kepedihan yang membuat bulu kuduk merinding dan membuat hati orang yang beriman gemetar.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, Al Hakim, dan Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Dari Abdullah bin Khaliq bin Jundub Al Jabili dia berkata, nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di Neraka ada enam ular bagaikan leher-leher unta yang menyengat seorang di antara penghuni Neraka tersebut maka ia mendapatkan panasnya selama tujuh puluh tahun. Dan di dalam Neraka tersebut ada kalajangking-kalajengking yang besarnya bagaikan keledai dan salah satu di antaranya kalajengkng tersebut menyengat seorang dari penghuni Neraka maka ia mendapatkan pedihnya sengatan tersebut selama empat puluh tahun.”

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Akan keluar pada hari kiamat leher dari api Neraka yang memiliki dua mata melihat, dua mata mendengar, dan lisan berbicara, “saya diperintahkan untuk menyiksa tiga orang. (pertama) Orang yang sombong lagi keras kepala, (kedua) orang yang menyembah kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, dan (ketiga) orang-orang yang menggambar.”

Jenis Makanan di Dalam Neraka

Dan bagaimana sangkaanmu, wahai kamu anak Adam, yang telah melalaikan dan telah menyia-nyiakan umurnya di kehidupan ini, dan telah bergelimang dengan berbagai macam kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wata’ala, dan memakan makanan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Tahukah engkau bagaimana makanaan dan minuman di dalam Neraka tersebut? Dengarkan firman Allah Subhanahu wata’ala,

ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُون.َ لآكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ. فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ. فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيم. فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيم. ِ هَذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ

“Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan”. (Al Qaqi’ah: 51-56)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَذَلِكَ خَيْرٌ نُزُلا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ. إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ. إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ. طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ. فَإِنَّهُمْ لآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ. ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْبًا مِنْ حَمِيمٍ

“(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum, Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar Neraka yang menyala. mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. (Ash Shaaffaat: 62-67)

Dan di ayat yang lain Allah Subhanahu wata’ala menyatakan,

إِنَّ شَجَرَةَ الزَّقُّومِ. طَعَامُ الأثِيمِ. كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ. كَغَلْيِ الْحَمِيمِ. خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَى سَوَاءِ الْجَحِيم. ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ. ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas. Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah Neraka. Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia” (Ad Dukhaan: 43-49)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالا وَجَحِيمًا. وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا

“Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan Neraka yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih.” (Al Muzammil: 12-13)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلا مِنْ ضَرِيعٍ. لا يُسْمِنُ وَلا يُغْنِي مِنْ جُوعٍ

“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (Al Ghaasyiyah: 6-7)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَا هُنَا حَمِيمٌ. وَلا طَعَامٌ إِلا مِنْ غِسْلِينٍ. لا يَأْكُلُهُ إِلا الْخَاطِئُونَ

“Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa.” (Al Haaqqah: 35-37)

Maka ingatlah wahai hamba Allah ..!! Hari itu engkau menghadap kepada Allah Subhanahu wata’ala, engkau akan datang dengan dirimu sendjri, akan hilang kerajaanmu, hilang kedudukanmu, hilang harta bendamu, hilang sanak family, hilang keluargamu, engkau datang tanpa pelindung !

Jenis Minuman di Dalam Neraka

Adapun minumannya, dengarkanlah firman Allah Subhanahu wata’ala,

لا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلا شَرَابًا. إِلا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا. جَزَاءً وِفَاقًا

“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pambalasan yang setimpal.” (An Naba’: 24-26)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

“Dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (Muhammad: 15)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ. وَآخَرُ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ

“Inilah (azab Neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam.” (Shaad: 57-58)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

مِنْ وَرَائِهِ جَهَنَّمُ وَيُسْقَى مِنْ مَاءٍ صَدِيدٍ. يَتَجَرَّعُهُ وَلا يَكَادُ يُسِيغُهُ وَيَأْتِيهِ الْمَوْتُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَمَا هُوَ بِمَيِّتٍ وَمِنْ وَرَائِهِ عَذَابٌ غَلِيظٌ

“Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (Ibrahim: 16-17)

Dan pada hari itu, wahai hamba Allah!… Penduduk Neraka akan meraung-raung dan meminta supaya diberi minuman. Allah Subhanahu wata’ala menyatakan menggambarkan tentang pedihnya siksaan mereka,

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu Neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Al Kahfi: 29)

Dan diriwayatkan oleh Ibnul Mubarok, Imam Ahmad, dan Imam At Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya air mendidih dalam Neraka itu akan dituangkan di atas kepala-kepala mereka kemudian air tersebut akan menembus mereka sampai masuk ke dalam lambung mereka kemudian akan masuk ke dalamnya secara perlahan-lahan supaya merasakan siksaan, masuk secara perlahan-lahan ke dalam lambungnya kemudian iapun membuat kuah di dalamnya, membuat kuah yang mengalir di kakinya dan itulah As Sahr. Setiap kali ia mendapat kuah tersebut dikembalikan lagi dan mendapat siksaan tersebut.”

Wal ‘iyadzubillah…!!

Pakaian Penghuni Neraka

Adapun pakaian orang yang berada di dalamnya, pakaiana penduduk Neraka, mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita dari pedihnya api Neraka.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

تَحْسَبَنَّ اللَّهَ مُخْلِفَ وَعْدِهِ رُسُلَهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ

يَوْمَ تُبَدَّلُ الأرْضُ غَيْرَ الأرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

وَتَرَى الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ

سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى وُجُوهَهُمُ النَّارُ

لِيَجْزِيَ اللَّهُ كُلَّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah Subhanahu wata’ala akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu. Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api Neraka, agar Allah Subhanahu wata’ala memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala Maha cepat hisab-Nya.” (Ibrahim: 47-51)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ

Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api Neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Al Hajj: 19)

Dan Ibrahim An Nakhai kalau beliau membaca ayat ini beliau berkata, “Subhanallah…! Maha suci Allah yang menciptakan pakaian dari api Neraka”

Besar Tubuh Penghuni Neraka

Adapun besarnya tubuh penghuni Neraka digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Sesungguhnya gigi geraham (dalam riwayat lain: gigi taring) orang kafir besarnya seperti gunung Uhud dan tebal kulitnya perjalanan selama tiga hari.”

Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesunggunya antara dua bahu orang kafir di dalam Neraka jaraknya perjalanan selama tiga hari bagi orang yang melakukan perjalanan cepat.”

Tangisan Penghuni Neraka Meraung-raung, Berteriak, dan mengiba

Dan jangan disangka cuma itu keadaan mereka, di dalam Neraka mereka akan meraung-raung, menangis dan berteriak dengan teriakan yang keras dan mereka berdoa semoga mereka dikeluarkan tapi tidak bisa keluar. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

“Dan orang-orang kafir bagi mereka Neraka Jahannam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam Neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (Fathir: 36-37)

Dan mereka, wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, berteriak supaya adzabnya diringankan. Allah Subhanahu wata’ala menghikayatkan,

وَقَالَ الَّذِينَ فِي النَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِنَ الْعَذَابِ

قَالُوا أَوَ لَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا بَلَى قَالُوا فَادْعُوا وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلا فِي ضَلالٍ

“Dan orang-orang yang berada dalam Neraka berkata kepada penjaga-penjaga Neraka Jahannam: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari”. Penjaga Jahannam berkata: “Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?” Mereka menjawab: “Benar, sudah datang”. Penjaga-penjaga Jahannam berkata: “Berdoalah kamu”. Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.” (Al Mukmin: 49-50)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ

قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ

“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Allah Subhanahu wata’ala berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (Al Mukminun: 107-108)

Dan ingatlah bahwa pada hari itu penghuni Neraka berteriak minta tolong supaya diberikan minuman kepada penghuni surga. Allah Subhanahu wata’ala menghikayatkan di dalam Al Quran.

وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ

“Dan penghuni Neraka menyeru penghuni syurga: ” Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah Subhanahu wata’ala kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir,” (Al A’raf: 50)

Dan Mereka Ingin Keluar Tetapi Mereka Tidak Bisa Keluar Dari Neraka Tersebut.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ

“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa Neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (As Sajdah: 20)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ. وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ

“Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari Neraka itu.” (Infithaar: 15-16)

Dan Mereka Sangat Berharap Mereka Bisa Menebus Diri-Dirinya.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (Ali Imaran: 91)

وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ

“Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam Neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.” (Al An’am: 70)

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

“Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah Subhanahu wata’ala yang belum pernah mereka perkirakan.” (Az Zumar: 47)

Siksaan Yang Paling Ringan di Dalam Neraka

Wahai hamba Allah…! Tahukah kita bahwa siksaaan yang paling ringan di dalam Neraka tersebut disebutkan oleh Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, beliau meriwayatkan dari nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “sesunggunya penduduk Neraka yang paling ringan siksaaan adalah orang yang memiliki dua terompah dari Neraka. dua terompah ini dipanaskan, begitu dimasukkan dua kakinya maka akan mendidih otak kepalanya seakan-akan dibuat mendidihnya mirjan. Ia menyangka bahwa tidak ada lagi orang yang lebih berat siksaanya dari dia, padahal ini adalah siksaan yang paling ringan.”

****

Ikhwatal Islam, ikhwatal iman, kaum Muslimin, kaum Mukminin yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala, inilah api Neraka..! Inilah seuntai dari beberapa kabar tentang api Neraka yang tertera di dalam Al Quran dan As Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Apakah ada dari kita upaya untuk bertaubat dan upaya untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala dan mencabut segala dosa? Sesungguhnya setiap dari kita melakukan kesalahan di muka bumi ini dan tidak dipungkiri

Dan ingatlah wahai hamba Allah!.. Sesungguhnya tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari api Neraka, setelah rahmat Allah Subhanahu wata’ala, kecuali amal shalih kita, dan ketahuilah kita tidak tahu kapan kita akan dijemput oleh ajal secara tiba-tiba.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا نَفْعًا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah Subhanahu wata’ala”. Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (Yunus: 49)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh,” (An Nisa: 78)

Karena itulah wahai hamba Allah..! Wahai orang-orang yang melampaui batas, wahai orang-orang yang telah menzhalimi dirinya, dan wahai orang-orang yang telah berbuat zhalim kepada Allah Subhanahu wata’ala, tidakkah engkau takut jika menghadap Allah Subhanahu wata’ala dalam keadaan bergelimang dengan dosa, bergelimang dengan penyimpangan kepada Allah Subhanahu wata’ala?

وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah Subhanahu wata’ala lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,” (Ibrahim: 42)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا

Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya Neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup (Thaahaa: 74)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka (Al Ma’arij: 44)

Karena itulah hendaklah kita membenahi diri dan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, menghabiskan waktu kita dengan ketatan dan mengisinya dengan amal shalih, mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala, kita harus habiskan hidup ini sepanjang Allah Subhanahu wata’ala masih memberikan kesempatan-kesempatan untuk bernafas kepada kita dan tidak ada seorangpun yang tahu berapa detak nafasnya dan setiap dari kita akan menghadap kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Maka bersegeralah wahai saudaraku Muslim, wahai saudariku muslimah, sebelum ajal datang menjemput, sebelum datang hari, yang hari itu hanya ada dua golongan orang-orang merugi dan orang-orang yang beruntung. Golongan di dalam Surga dan golongan di dalam Neraka. Golongan yang beristirahat dengan istirahat dengan tenang dan golongan yang dirundung dengan kepedihan dan dan dirundung dengan nestapa.

Karena itu ikhwatifillah, hendaklah kita mengingat kepada Allah Subhanahu wata’ala dan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Nasihat Kepada Setiap Wanita

Dan engkau wahai ukhti Muslimah, tidaklah engkau ingat bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,

قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَكَانَ عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِيْنُ وَأَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوْسُوْنَ غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ

“Aku berdiri di depan pintu surga, ternyata kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin, sementara orang kaya lagi terpandang masih tertahan (untuk dihisab) namun penghuni Neraka telah diperintah untuk masuk ke dalam Neraka, ternyata mayoritas yang masuk ke dalam Neraka adalah kaum wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5196 dan Muslim no. 2736)

Dan di dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Kebanyakan penduduk Neraka adalah Fushshoq. Dan beliau ditanya, ‘Siapakah Fushshoq itu adalah orang-orang fasiq?’ Dia adalah para perempuan.”

Dan dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk Neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wangi surga, padahal wangi surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Dan ingatlah wahai sekalian wanita yang tidak sabar akan kehidupan dan senantiasa berkeluh kesah dengan kedukaan dan berkeluh kesah dengan penderitaan dan meraung-raung apabila ia dirundung oleh musibah dan malapetaka.

Ingatlah bahwa Rasululllah Shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Perempuan-perempuan yang meraung apabila ditimpa musibah, apabila ia tidak bertaubat maka dia akan dimasukkan ke dalam Neraka. Dia akan berdiri pada hari kiamat dalam keadaan dihiasi dengan pakaian dari timah dan pakaian yang menutupi kepala dan seluruh tubuh dari besi yang panas.

Dan kewajiban bagi kita semua untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. Setiap dari kita tentu akan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala dan akan dijemut ajal masuk ke dalam kubur dan akan berdiri di hari kiamat hari yang sangat mengerikan tersebut, dan akan melalui shirath (jembatan) yang terbuat seperti sehelai rambut dan tajamnya lebih tajam dari pedang, jalannya sangat licin dan di bawahnya adalah api Neraka Jahannam yang kalian telah ketahui bagaimana pedihnya siksaan di dalamnya.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala melindungi kita dari api Neraka dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita semua dari pedihnya api Neraka dan memberikan keberuntungan kepada kita di dunia dan di akhirat dan dijadikan segolongan orang -orang yang masuk ke dalam golongan kanan yang menghubi surganya yang penuh kemuliaan dan kenikmatan.

Yaa Allah… jauhkan kami dari api Neraka. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorangpun yang berlindung tujuh kali dari api Neraka kecuali Neraka berkata kepada Allah Subhanahu wata’ala, ‘Ya Allah sesunguhnya si fulan hamba-Mu takut kepadaku maka lindungilah ia dari siksaaan api Neraka yang pedih”.

Demikianlah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala, mudah-mudahan sedikit dari kalimat ini bisa menjadi hentakan bagi kita semua dan bisa melembutkan hati-hati kita yang setiap harinya dibuat keras dengan maksiat dan dibuat keras dengan penyimpangan yang kita saksikan. Mudaha-mudahan Allah Subhanahu wata’ala senantiasa meliputi kita dengan rahmat-Nya dan meliputi dengan naungan-Nya Yang Mulia Lagi Maha Agung.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

“Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Sumber: Artikel ini merupakan transkrip dari rekaman ceramah yang disampaikan dengan penuh keharuan dan sangat menggetarkan hati, oleh Al Ustadz Dzulqarnain Al Makassari

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

10 PINTU TERBESAR YANG DIMASUKI SYAITAN

Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa memasukinya. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.

PINTU PERTAMA :

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

PINTU KEDUA :

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.

PINTU KETIGA :

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

PINTU KEEMPAT :

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat.

PINTU KELIMA :

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

PINTU KEENAM :

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)


PINTU KETUJUH :

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

PINTU KEDELAPAN :

Yaitu mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya.

PINTU KESEMBILAN :

Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.

PINTU KESEPULUH :

Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.

Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

POLITIK HUKUM INDONESIA

( Kajian  Dari  Sudut  Pandang Negara  Hukum )

Abstrak

Konfigurasi politik dan karakter produk hukum senantiasa berubah sejalan dengan periodesasi pembahasan. Pada masa demokrasi liberal (1945-1959), ternyata konfigurasi politik bersifat demokratis dan produk hukum yang dihasilkan bersifat responsive. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin (1959-1966), di sini terlihat bahwa konfigurasi politik bersifat otoriter dan karakter produk hokum bersifat konservatif/ortodoks, kecuali produk hokum tentang agraria yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya pada masa Orde Baru (1966-1998) menampilkan konfigurasi politik non demokratis (otoriter) dengan karakter produk hukum yang bersifat ortodoks/konservatif. Walaupun pada awal perjalanannya menampilkan konfigurasi politik yang demokratis, tetapi kemudian mengarah kepada non demokratis.


A.  Pendahuluan 

Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati. 

Negara hukum adalah suatu negara yang di dalam wilayahnya terdapat alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hokum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 37). 

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum merupakan himpunan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya. 

Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu. 

Pelaksanaan roda kenegaraan tidak dapat dilepaskan dari bingkai kekuasaan, karena dalam negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang senantiasa memainkan peranannya sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Namun dalam pelaksanaannya sering berbenturan satu sama lain, karena kekuasaan yang dijalankan tersebut berhubungan erat dengan kekuasaan politik yang sedang bermain. Jadi negara, kekuasaan, hukum dan politik merupakan satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, karena semua komponen tersebut senantiasa bermain dalam pelaksanaan roda kenegaraan dan pemerintahan.

B.  Permasalahan
Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka persoalan yang diangkat dalam tulisan ini adalah tentang Politik Hukum di Indonesia, yaitu bagaimana konfigurasi politik dan karakter produk hukum (dalam hal ini hukum tentang Pemilu, Pemda dan Agraria), dalam periodesasi sebagai berikut : 

1. Periode Demokrasi Liberal (1945-1959)
2. Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
3. Periode Orde Baru (1966-1998).
Kajian terhadap permasalahan tersebut di atas penulis lakukan dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum.

C. Pembahasan Tentang Konfigurasi Politik dan Karakter Produk Hukum dalam Konteks Negara  Hukum 

1. Periode Demokrasi Liberal (1945-1959) 

Ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 gagasan demokrasi dalam kehidupan politik mendapatkan tempat yang sangat menonjol. BPUPKI dan PPKI dapat dikatakan tidak memperdebatkan dengan berpanjang-panjang untuk bersepakat memilih demokrasi dalam kehidupan bernegara yang kemudian dituangkan dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945. 

Dari sini terlihat bahwa pada saat negara Indonesia dibentuk para pendiri negara telah mendambakan suatu negara hukum yang berasaskan demokrasi, sehingga dalam setiap keputusan politik harus diambil berdasarkan aspirasi dan kehendak masyarakat secara keseluruhan tanpa memperhatikan kelompok atau golongan tertentu. 

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa ada tiga unsur dari pemerintah yang berkonstitusi, yaitu Pertama; pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum, Kedua; pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi, ketiga; pemerintah berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan atau tekanan seperti dilaksanakan pemerintahan despotis. Pemikiran             Aristoteles ini jelas sekali merupakan cita negara hukum yang dikenal sekarang, karena  ketiga unsur yang dikemukakan oleh Aristoteles tersebut dapat ditemukan di semua negara hukum (Azhari, 1995: 20). 

Sehubungan dengan hal ini, setelah berlangsungnya kemerdekaan selama lebih kurang tiga bulan, muncuk gerakan parlementerisme yang menginginkan sistem pemerintahan negara diganti dari system yang lebih cenderung pada presidential menjadi parlementer. Dengan alasan bahwa ketidaksetujuan terhadap peletakan kekuasaan di tangan Soekarno yang pemerintahannya didominasi oleh orang-orang yang pada waktu zaman pendudukan Jepang mempunyai jabatan-jabatan penting. Sehingga dengan sistem presidential memungkinkan dibuatnya produk darurat legislasi yang berarti negara terlalu kuat dan tidak mencerminkan demokrasi. 

Pemerintah melalui usulan tersebut dengan mengeluarkan Maklumat No.X Tahun 1945, yang berisi pengalihan fungsi legislatif kepada KNIP dan pembentukan BP KNIP. Maklumat tersebut diikuti pula dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang susunan kabinet berdasarkan system parlementer atas usul BP KNIP. Maklumat pemerintah ini menggeser konfigurasi politik Indonesia ke arah yang lebih liberal-demokratis, sebab dengan system parlementer ini pemerintah harus bertanggungjawab kepada parlemen yang ketika itu dilakukan oleh KNIP. 

Dari sini terlihat bahwa dari masa pertama pemberlakuan UUD 1945, telah terjadi kekuasaan yang luas bagi eksekutif, sehingga mendapat protes dari berbagai kalangan. Keadaan tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja maka dilakukan berbagai usaha dan cara untuk membatasi kekuasaan yang terpusat pada satu tangan, karena hal ini dapat membuat tidak demokratis dan pada akhirnya telah melanggar sendi-sendi dasar negara hukum. 

            Ketika Indonesia secara konstitusional berubah menjadi negara serikat (federal) sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), Konstitusi RIS 1949 yang berlaku memberikan dasar konstitusional tertulis atas system parlementer. Konfigurasi politik terlihat demokratis, selain dari system pemerintahan yang parlementer, juga dapat dilihat dari pengertian federalisme itu sendiri yang dalam mekanisme hubungan antara pusat dan daerah (negara bagian) meletakkan pemerintah pusat dan pemerintah negara-negara bagian dalam susunan yang sederajat. 

        Sebagaimana diketahui bahwa sesuai dengan kehendak rakyat, maka susunan federasi tidak berlangsung lama. Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan UUDS 1950 sebagai konstitusi tertulisnya, dengan demikian Indonesia menganut system demokrasi parlementer penuh, baik dalam arti pemberian dasar dalam konstitusi maupun praktek ketatanegaraannya. 

         Secara praktis konfigurasi liberal-demokratis ini ditandai oleh dominannya parlemen dalam spectrum politik, sehingga selama kurun waktu berlakunya UUDS 1950 yang terjadi adalah instabilitas pemerintahan, karena pemerintah seringkali dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi. 

Demokrasi liberal dengan sistem banyak partai yang menjadi salah satu sendi ketatanegaraan pada periode ini telah mengalami kegagalan untuk mengombinasikan secara optimum dua nilai, yakni jaminan dan penghargaan terhadap  hak-hak rakyat untuk turut serta dalam proses pembuatan keputusan dengan jalan memilih wakil-wakilnya secara bebas, serta tingkat stabilitas politik sebagai syarat bagi aktivitas kekuasaan untuk mencapai tujuan negara. 

Indonesia sebagai negara hokum senantiasa harus memperhatikan hak-hak asasi manusia, karena ciri pertama dari suatu negara hokum itu adalah adanya jaminan terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia. Kemudian hak-hak tersebut dikombinasikan dengan keberadaan politik dalam penyelenggaraan kenegaraan, apabila kedua hal ini dapat dilaksanakan maka kebenaran dan keadilan berdasarkan hokum akan dapat ditegakkan. 

Sehubungan dengan demokrasi liberal yang terjadi pada masa UUDS 1950 dan menimbulkan instabilitas politik, maka system politik liberal harus berakhir pada tahun 1959 ketika Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di samping membubarkan konstituante yang dianggap gagal melaksanakan tugasnya memebentuk UUD, juga memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. 

Dari sini terlihat bahwa Indonesia sebagai negara hokum, namun dalam masa periode tahun 1945 sampai dengan tahun 1959 belum mampu memperlihatkan konsistensinya dalam menerapkan konstitusi ketatanegaraan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Sehingga dalam prakteknya sering terjadi kesalahan dalam menafsirkan ketentuan konstitusi yang telah disepakati bersama, dan pada akhirnya tujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat belum dapat diwujudkan.

Selanjutnya apabila dilihat karakter produk hokum yang dihasilkan pada periode demokrasi liberal (1945-1959), bersifat responsive/populistik. Sebagaimana halnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 yang mengatur tentang pemilihan Umum. Undang-undang tersebut dapat mengatur secara rinci sistem Pemilu dan pokok-pokok prosesnya, sehingga tidak memberi ruang yang terlalu luas kepada eksekutif untuk menafsirkan sendiri dengan peraturan perundang-undangan delegatif. 

Proses lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 itu memang didorong oleh arus kehendak rakyat dan dibahas secara fair dalam badan perwakilan rakyat, di sini terlihat adanya partisipasi masyarakat sehingga materi muatan undang-undang tersebut juga mencerminkan keberpihakan kepada rakyat secara keseluruhan. 

           Dari sini jelas bahwa dikeluarkannya undang-undang tentang pemilu itu sesuai dengan bingkai negara hukum, yang senantiasa memperhatikan kehendak dan aspirasi masyarakat serta dalam implementasinya memang benar-benar memperhatikan hak-hak masyarakat sesuai dengan tujuan dari undang-undang tersebut. 

Demikian juga halnya dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang pada periode ini juga masih bersifat responsif, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 adalah undang-undang tentang desentralisasi, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, di sini terlihat adanya hasrat dari pemerintah pusat untuk memberikan otonomi yang lebih luas kepada daerah, dengan menjadikan desa sebagai letak titik berat otonominya.

Terjadinya pergulatan melawan Belanda, maka pemerintah mengalami kesulitan dalam menerapkan UU No.22 Tahun 1948 tersebut, serta ketimpangan-ketimpangan yang juga masih ditemui dalam pelaksanaannya. Dengan adanya masukan-masukan dari berbagai pihak dan demi pelaksanaan ide demokrasi, maka keluarlah UU No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Dari undang-undang ini terlihat keinginan pemerintah untuk menerapkan otonomi yang seluas-luasnya, dengan pengertian bahwa daerah leluasa untuk mengurus rumah tangganya sendiri tanpa ada campur tangan dari pusat, demikian juga halnya dengan pemilihan Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

Sesuai dengan konfigurasi politik yang demokratis pada periode ini, maka produk hukum tentang pemerintahan daerah juga menunjukkan karakter yang responsif, yang memperhatikan aspirasi dan kemauan masyarakat. Adanya kombinasi yang seimbang antara politik dan hukum tersebut menggambarkan bahwa roda kenegaraan yang dijalankan sesuai dengan kaedah yang berlaku dalam suatu negara hukum. 

Demikian juga halnya dengan ketentuan hukum mengenai agraria, yang pada masa periode demokrasi liberal setelah peninggalan zaman kolonial Belanda dilakukan pembaharuan mengenai pertanahan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1948 tentang penghapusan hak konversi yang bersumber pada paham feodalisme, kemudian dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950. Selanjutnya juga berbagai peraturan perundang-undangan secara parsial dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal penataan terhadap pertanahan, di sini terlihat bahwa pemerintah secara sungguh-sungguh dan berupaya untuk menciptakan hukum agraria yang responsif dan sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat. 

Meskipun belum ada hukum agraria nasional yang komprehensif, tetapi dari produk-produknya yang parsial itu dapat dilihat bahwa hokum agraria pada periode demokrasi liberal berkarakter sangat responsif. Hal ini dapat dilihat dari respon pemerintah pada aspirasi seluruh masyarakat Indonesia yang menuntut secara keras dibentuknya UU Agraria Nasional. 

Dari upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam merespon kehendak masyarakat tersebut, merupakan tindakan yang sesuai dengan bingkai negara hukum yang senantiasa memperhatikan suara-suara rakyat, hak-hak rakyat serta perlindungan hokum terhadap rakyat sesuai dengan asas demokrasi dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1966) 

Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berakhirlah langgam system politik liberal dan digantikan oleh system demokrasi yang menurut Soekarno lebih berwarna Indonesia, yakni demokrasi terpimpin, yang seklaigus melahirkan konfigurasi politik baru yang lebih bersifat otoriter. 

Konfigurasi politik pada era demokrasi terpimpin ditandai oleh tarik tambang antara tiga kekuatan politik utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan di antara ketiganya sekaligus saling memanfaatkan. Soekarno memerlukan PKI untuk menghadapi kekuatan Angkatan Darat yang gigih menyainginya, PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan dari presiden dalam melawan Angkatan Darat, sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi keterlibatannya di dalam politik. 

          Di sini terlihat bahwa konfigurasi politik yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sangat tidak sesuai dengan bingkai negara hokum, yang senantiasa memberikan perlindungan kepada masyarakat secara keseluruhan, malahan dilaksanakan sebaliknya, bahwa roda kenegaraan dijalankan untuk melindungi kepentingan individu atau kelompok tertentu. 

Banyak kritikan ditujukan pada Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, sebagaimana Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa posisi Soekarno di dalam sistem demokrasi terpimpin itu hanya berbeda sedikit dengan raja-raja absolut di masa lampau, yang mengklaim dirinya sebagai inkarnasi Tuhan atau wakil Tuhan di bumi, yang ditangannya terletak kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif sekaligus. 

Hal ini jelas bertentangan dengan konsep negara hukum Indonesia menurut UUD 1945, bahwa kekuasaan Kepala Negara harus terbatas dan bukan tak terbatas. Artinya Kepala Negara bukan dictator, ia dalam melaksanakan roda pemerintahan harus berpedoman kepada ketentuan hukum yang berlaku dan harus sesuai dengan konstitusi yang telah disepakati bersama. 

Tindakan presiden pada masa demokrasi terpimpin itu juga bertentangan dengan unsur-unsur negara hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Frederik Julius Stahl yaitu : 

1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia.
2. Adanya pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum.
4. Adanya peradilan administrasi (Hasan Zaini, 1991: 154). 

Kekuasaan presiden yang tidak terbatas pada periode demokrasi terpimpin sudah jelas bertentangan dengan unsur-unsur negara hukum sebagaimana yang ditentukan di atas. Proses demokrasi yang berlaku pada masa ini bukan demokrasi dalam arti ikut sertanya rakyat dalam proses pembuatan keputusan, akan tetapi politisasi, dimana partispasi rakyat terbatas pada pelaksanaan atas keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh penguasa. 

            Jelas bahwa demokrasi terpimpin benar-benar telah melanggar konsep negara hukum, pada masa ini tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia, kekuasaan hanya dipegang oleh satu orang yaitu presiden. Presiden mengontrol semua spectrum politik nasional untuk mendukung gagasan-gagasan politiknya dengan menggunakan Dewan Pertimbangan Agung yang dipimpin langsung oleh Soekarno. Dari sini jelas terlihat bahwa konfigurasi politik pada era demokrasi terpimpin adalah otoriter, sentralistik dan terpusat di tangan Presiden Soekarno. 

Selanjutnya krisis politik terjadi yang disusul oleh terjadinya G30S/PKI, membawa Soekarno untuk mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) pada tahun 1966 yang berisi pelimpahan kekuasaan kepada  Soeharto, untuk mengambil segala tindakan yang berhubungan dengan keamanan dan stabilitas pemerintahan, serta pemerintahan selanjutnya diambil alih oleh Soeharto menggantikan Soekarno pada Tahun 1967. 

Adapun karakter produk hokum yang dihasilkan pada masa demokrasi terpimpin adalah berkarakter ortodoks/konservatif. Pada periode ini undang-undang tentang Pemilu tidak pernah dibuat, karena Pemilu belum pernah dilaksanakan. Sedangkan ketentuan mengenai pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Penpres Nomor 6 Tahun 1959, yang memberi jalan bagi semakin ketatnya pengendalian pusat terhadap daerah. Kepala Daerah diangkat oleh pusat, tanpa harus terikat dengan calon-calon yang diajukan oleh DPRD. 

Selanjutnya Penpres Nomor 6 Tahun 1959 digantikan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yangmana isinya juga hampir sama dengan Penpres Nomor 6 Tahun 1959. Sebab secara keseluruhan lebih memberikan posisi dominan kepada pusat untuk mengendalikan pemerintahan di daerah. Kontrol pusat terhadap daerah dilakukan melalui mekanisme kontrol yang ketat atas pembuatan peraturan-peraturan oleh daerah. 

Terlihat bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, dalam proses pembuatannya sama sekali tidak partsipatif, yang menonjol di sini justru penuangan visi sosial dan politik presiden sehingga produk hukum lebih merupakan instrumen bagi upaya realisasi visi presiden. Jelas bahwa ketentuan hukum mengenai Pemerintahan Daerah tersebut bertentangan dengan kehendak rakyat dan sekaligus  melanggar sendi-sendi dasar negara hokum, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan pemerintahan harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum dan konstitusi yang berlaku.

Selanjutnya karakter produk hukum tentang agraria pada masa demokrasi liberal, yang mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960. UUPA merupakan produk hukum yang responsif, karena di dalamnya memiliki muatan hukum adat dan fungsi sosial atas tanah, tradisi hokum adat menganut strategi pembangunan hukum yang responsif, karena memperhatikan kondisi dan kehendak masyarakat. 

UUPA yang dikualifikasikan sebagai produk hukum yang berkarakter responsive terasa menjadi agak aneh, sebab UUPA lahir justru pada saat konfigurasi politik tampil secara otoriter, yakni dalam era demokrasi terpimpin. Hal ini terbukti untuk dua jenis produk hokum di atas (Pemilu dan Pemda), yang berkarakter sangat konservatif atau ortodoks.

Ada empat alasan yang dapat menjelaskan fenomena UUPA yang responsif tersebut, yaitu:
1. Materi UUPA sebenarnya merupakan warisan periode sebelumnya yang bahan-bahannya telah dihimpun dan disusun oleh beberapa panitia yang dibentuk tahun 1948.
2. Materi-materi UUPA merupakan perlawanan terhadap peninggalan kolonialisme Belanda, sehingga pemberlakuannya lebih didasarkan pada semangat nasionalisme dan bukan pada rezim politik di Negara Indonesia Merdeka.
3. Materi hukum agraria (UUPA) tidak menyangkut hubungan kekuasaan, sehingga rezim otoriter tidak akan merasa terganggu oleh materi-materi UUPA.
4. Hukum agraria nasional yang diatur di dalam UUPA itu memiliki dua aspek atau bidang hukum, yaitu bidang hokum publik (hukum administrasi negara) dan bidang hukum privat (hukum perdata).

Di samping karena bidang publik yang menjadi responsive karena ketiga alasan di atas, maka bidang keperdataanpun sesuai dengan sifatnya, lebih banyak memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki atas hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Dari kenyataan ini terlihat bahwa produk hukum yang dihasilkan pada periode demokrasi terpimpin yang otoriter, dapat menghasilkan hokum yang responsive karena memang ketentuan mengenai hukum agraria ini tidak bersentuhan langsung dengan kekuasaan. Namun demikian nuansa dari lahirnya UUPA itu sesuai dengan kehendak rakyat yang telah lama tertindas oleh kolonial Belanda, dengan keluarnya ketentuan ini setidak-tidaknya telah memberikan ruang gerak yang luas bagi masyarakat dalam menafaatkan pertanahannya. Sehingga ketentuan hukum agraria ini terlihat telah memenuhi unsur-unsur dari negara hokum.

3. Periode Orde Baru (1966-1998) 

Orde Baru dimulai sejak tanggal 12 Maret1966 bersamaan dengan pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), sehari setelah keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Pemerintah Orde Baru bertekad untuk mengoreksi penyimpangan politik yang terjadi pada era Orde Lama, dengan memulihkan tertib politik berdasarkan Pancasila sekaligus meletakkan program rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi. Pada awal eksistensinya, jelas sekali bahwa Orde Baru memberi bobot yang lebih besar terhadap perkembangan ekonomi dalam kerangka pembangunan nasionalnya. 

Bagi negara-negara yang sedang membangun dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi secara sadar akan diikuti dengan pembatasan atau pengekangan kehidupan politik yang demokratis. Memang pada awal pemerintahan Orde Baru tidak pernah menjanjikan demokrasi dan kebebasan di masa depan. Meskipun demikian pada awalnya juga masih ada kebebasan bagi parpol maupun media massa untuk melancarkan kritik dan pengungkapan realita di dalam masyarakat. 

Namun langgam system politik bergeser ke arah yang otoritarian, gagasan demokrasi liberal dicap sebagai gagasan yang bertentangan dengan demokrasi Pancasila dan karenanya harus ditolak. Hasil pemilu tahun 1971 yang memberikan 62,8% kursi DPR kepada Golkar semakin memberi jalan bagi tampilnya eksekutif yang kuat. Golkar bersama ABRI kemudian menjadikan tumpuan utama pemerintah untuk mendominasi semua proses politik.

Sedangkan pemerintahan yang demokratis sebagaimana yang berlaku dalam suatu negara hukum, adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya (Miriam Budiardjo, 1997: 52). Bagi negara Indonesia sebenarnya pembatasan kekuasaan itu telah dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dalam pelaksanaannya sering ditafsirkan bermacam-macam demi untuk menguatkan posisi pemerintah. 

Pada masa Orde Baru eksistensi parpol dan lembaga perwakilan berada dalam kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh kontrol dan penetrasi birokrasi yang sangat kuat. Di sini kelihatan bahwa posisi eksekutif sangat kuat, dapat mengatasi semua kekuatan yang ada di dalam masyarakat, sehingga kontestasi dan partisipasi politik dari kekuatan-kekuatan di luar birokrasi sangat lemah. Demikian juga halnya dengan kehidupan pers dibayangi oleh ancaman pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), sehingga pers tidak mempunyai kebebasan yang sungguh-sungguh untuk mengekspresikan temuan, sikapdan pandangannya. Dengan demikian konfigurasi politik Orde Baru, berdasarkan kriteria bekerjanya pilar-pilar demokrasi, adalah konfigurasi yang tidak demokratis atau cenderung otoriter. 

Apabila dilihat dari karakter produk hukum pada era Orde Baru, sebagaimana halnya ketentuan hokum tentang Pemilu dapat dikualifikasikan sebagai produk hokum yang berkarakter ortodoks/elitis/konservatif. Hal ini dituangkan dalam dua buah undang-undang, yaitu UU Nomor 15 Tahun 1969 dan UU Nomor 16 Tahun 1969 masing-masing tentang Pemilu dan tentang Susduk MPR/DPR/DPRD. Dalam  undang-undang tersebut mereka yang diangkat adalah mewakili visi politik pemerintah, pengangkatan yang langsung berlaku untuk sejumlah kursi tertentu. 

Parpol tidak diberi peranan yang riil dalam organisasi penyelenggaraan Pemilu, karena ketua panitia di setiap tingkatan diduduki oleh pejabat atau pimpinan birokrasi, sementara peranan parpol di dalamnya hanya bersifat parsial. Secara keseluruhan mekanisme penyelenggaraan pemilu mengandung kelemahan dalam system kontrol dan dalam rantai-rantai perhitungan suara. Selanjutnya kontrol pemerintah atas anggota lembaga perwakilan hasil pemilu dapat juga dilakukan melalui recall atau penarikan kembali seseorang dari keanggotaan lembaga perwakilan/ permusyawaratan. Di sini jelas bahwa undang-undang tentang pemilu tersebut cenderung berkarakter konservatif/ ortodoks. 

Pemilu yang jurdil sebagaimana yang didengungkan dalam undang-undang tersebut tidak diterapkan sebagaimana mestinya, asas demokrasi sebagai sendi dari negara hokum juga tidak dilaksanakan. Dengan demikian pemerintahan Orde Baru telah benar-benar melanggar konstitusi (UUD 1945) yang berlaku. 

Selanjutnya ketentuan hokum mengenai Pemerintahan Daerah pada zaman orde baru dituangkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pengangkatan kepala daerah adalah hak prerogatif presiden, dengan pengertian bahwa presiden tidak terikat dengan peringkat suara dukungan DPRD masing-masing, artinya yang mendapat suara terbanyak tidak mesti harus diangkat, tergantung kepada presiden. Kepala Daerah merupakan penguasa tunggal di bidang pemerintahan di daerah, system kontrol dilakukan dengan pengawasan preventif, pengawasan represif dan pengawasan umum. Pengawasan preventif berkaitan dengan keharusan pengesahan Perda dan Keputusan Kepala Daerah, pengawasan represif berkenaan dengan kewenangan penangguhan dan pembatasan perda, dan pengawasan umum adalah pengawasan terhadap segala kegiatan yang dapat menjamin terselenggaranya pemerintahan di daerah, yang berupa pemeriksaan dan penyelidikan. 

Dengan demikian Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 yang berlaku pada era Orde Baru tersebut memperlihatkan watak konservatif, yang dapat dicirikan dari penggunaan asas otonomi nyata dan bertanggungjawab sebagai pengganti asas otonomi yang seluas-luasnya. Hal ini memang tidak memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah, pemerintah senantiasa memaksakan kehendaknya demi untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu. Kenyataan ini sebagai gambaran bahwa pemerintahan tidak dilaksanakan berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku, tetapi berdasarkan atas kekuasaan. 

Adapun ketentuan hokum mengenai Agraria pada masa orde baru masih menggunakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA). Namun dalam pelaksanaannya pemerintah banyak mengeluarkan peraturan yang parsial, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 15 Tahun 1975, yang mengatur tata cara pembebasan tanah untuk keperluan pembangunan dan dalam rangka kepentingan umum. Inpres Nomor 9 Tahun 1973, yang berisi pedoman dan jenis-jenis kegiatan yang dapat dikategorikan kepentingan umum. Ketentuan ini dapat dipandang sebagai jalan pintas yang diambil pemerintah untuk memudahkan pengambilalihan tanah dari rakyat. 

UUPA yang berkarakter responsif, tetapi pemerintah orde baru menginterpretasikannya dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan secara parsial untuk keperluan pragmatis dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan, sehingga memperlihatkan watak yang konservatif. Demikian juga halnya dengan Kepres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, meskipun membawa sedikit kemajuan, namun bentuk peraturannya tetap tidak proporsional. Materinya yang prinsip seharusnya menjadi materi undang-undang, yang sebenarnya tidak dapat dibuat sepihak oleh eksekutif. 

Pemerintahan Orde Baru terlihat lebih mementingkan kelompok atau golongan tertentu tanpa memperhatikan nasib rakyat. Sehingga undang-undang yang responsive dibuat menjadi konservatif sebagaimana halnya UUPA tersebut. Dengan demikian dalam pelaksanaannya sering terjadi permasalahan-permasalahan dan pertikaian-pertikaian, terutama dalam masalah pembebasan tanah yang nyata-nyata tidak proporsional dan merugikan rakyat. 

Apabila dilihat dari keseluruhan roda pemerintahan yang dilaksanakan pada masa orde baru, memang benar-benar telah melanggar asas dan sendi negara hukum, sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.


D. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa konfigurasi politik dan karakter produk hukum senantiasa berubah sejalan dengan periodesasi pembahasan. Pada masa demokrasi liberal (1945-1959), ternyata konfigurasi politik bersifat demokratis dan produk hukum yang dihasilkan bersifat responsive. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin (1959-1966), di sini terlihat bahwa konfigurasi politik bersifat otoriter dan karakter produk hokum bersifat konservatif/ortodoks, kecuali produk hokum tentang agraria yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. 

Selanjutnya pada masa Orde Baru (1966-1998) menampilkan konfigurasi politik non demokratis (otoriter) dengan karakter produk hukum yang bersifat ortodoks/konservatif. Walaupun pada awal perjalanannya menampilkan konfigurasi politik yang demokratis, tetapi kemudian mengarah kepada non demokratis. 

Apabila perjalanan konfigurasi politik dan karakter produk hukum tersebut dihubungkan dengan Indonesia sebagai negara hukum, sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta dalam Batang Tubuh dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan Indonesia dalam praktek ketatanegaraannya belum bisa meletakkan hokum pada posisinya yang supreme, melainkan lebih sering diintervensi oleh kekuasaan politik. Sehingga dalam pelaksanaan roda pemerintahan sering mengabaikan hak-hak rakyat yang seharusnya menjadi cita dari sebuah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.


Endnotes :
1. Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1990
2. Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya, UI Press, Jakarta, 1995
3. Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Konstitusi, Liberty, Yogyakarta, 2000
4. ____________, Teori Hukum dan Konstitusi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001
5. Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1991
6. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997
7. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PSH HTN, Fak.Hukum UI, Jakarta, 1990
8. Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998
9. _______________, Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara, UII Press, Yogyakarta, 1999
10. _______________, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000
11. M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Perundang-undangan Pemerintah Daerah, Alumni, Bandung, 1996
12. Mudji Sutrisno, Demokrasi, Kanisius, Yogyakarta, 2000
13. S.F. Marbun dkk (penyunting), Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Admnistrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001
14. Usep Ranawidjaya, Hukum Tata Negara Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993
15. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara Hukum dan Politik, Eresco, Jakarta, 1991

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS